Jumat, 05 Desember 2008

Swayasa, ”Kit Plane”, dan Restorasi

Dalam dunia rakit merakit pesawat tidak hanya swayasa jadi satu-satunya pilihan. Selain merakit pesawat berdasarkan rancangan sendiri masih ada pilihan lain seperti merakit berdasarkan rancangan orang lain. Hobi seperti yang terakhir ini disebut custom built atau merakit Kit Plane. Pilihan lain adalah merakit pesawat kuno. Pesawat terbang rongsok dari era Perang Dunia I atau II merupakan contoh proyek restorasi pesawat. Semua ini tujuannya membuat suatu kendaraan yang dapat diterbangkan di udara.Ketiga jenis kegiatan ini bisa ditengok di Pondok Cabe. Di hanggar Portelasi, Persatuan Terbang Layang Seluruh Indonesia, terdapat hanggar bagi pesawat swayasa. Ada pesawat yang sebagian dirancang dan keseluruhannya dirakit sendiri. Di bagian lain ada pesawat yang direstorasi. Restorasi ini dilakukan oleh seorang pencinta dunia dirgantara kawakan bernama Djubair Oemar Djaya. Ia menjelaskan bahwa pesawat swayasa, kit plane maupun restorasi bisa mendekatkan dunia ini pada masyarakat umum. ”Jangan kegiatan dirgantara dibebani dengan peraturan-peraturan yang kaku, kalau saya semua akan saya ajak terbang,” tegasnya.Bagi seorang yang bisa digolongkan puritan dalam dunia dirgantara seperti Ir Herudi Kartowisastro (64), pesawat swayasa haruslah sekitar 50 persen dari buatan sendiri. Sementara dari beberapa pesawat yang disimpan pada hanggar di Pondok Cabe, ada pesawat-pesawat swayasa yang komponen lokalnya mencapai 70 persen. ”Jika sudah sangat cinta pada kegiatan ini bisa-bisa perakitan pesawat ini bisa-bisa mencapai satu milyar,” ujar Djubair Oemar Djaya pensiunan AURI yang sudah menekuni dunia dirgantara sejak tahun 60an.Sebuah pesawat dengan sayap canard yakni ekornya di depan sedang dirakit di Pondok Cabe. Pesawat bercat putih dengan empat bangku ini yang dikatakan Djubair Oemar sudah dirakit sampai ratusan juta rupiah. Pemiliknya selalu memperbaiki rancangannya dan meningkatkan rakitannya. ”Pesawat ini belum terbang, tetap nanti akan bisa mencapai kecepatan 200 mil per jam,” ungkap Djubair Oemar. Ia menjelaskan bahwa jika terbang, tentunya setelah uji layak yang 25 jam di seputar landasan, maka pesawat seperti ini hanya bisa dipakai ke Bali. ”Jika terbang terlalu dekat tidak efisien.”Sebagai bandingan pesawat seperti Cessna jika dibeli sebagai Kit Plane harganya hanya 150 juta rupiah. Pesawat Cessna ini berkapasitas empat bangku dan kerap digunakan sebagai pesawat latih, maupun angkutan udara di pedalaman Irian Jaya. Jadi hobi melayangkan pesawat ke udara bisa menenggelamkan juga karena nilai kesempurnaan bisa tidak terhingga. Membuatnya memang mahal namun menerbangkannya, menurut Djubair Oemar, ”hanya perlu biaya bahan bakar saja koq.” (SH/ads)

0 komentar:


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com . Powered by Blogger and Free Ebooks