Jumat, 05 Desember 2008

Merenungi Fenomena Matahari

Demi matahari dan cahayanya di pagi hariDemi bulan ketika mengiringinyaDemi siang ketika menampakkannyaDemi malam ketika menutupinyaDemi langit dan (Allah) yang membangunnyaDemi bumi dan (Allah) yang menghamparkannyaDemi jiwa dan (Allah) yang menyempurnaannyaMaka Allah mengilhamkan kepada jiwa kefasikan dan ketakwaanSungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwadan sungguh merugilah orang yang mengotorinya -- (QS Asy Syams:1-10)
Bila kita baca dan renungkan ayat-ayat pendek surat Asy-Syams tersebut, terasa ada nuansa 'psiko-astronomis' (kalau boleh saya sebut demikian) yang sangat kuat. Allah bersumpah untuk menjadi perhatian hamba-hamba-Nya dengan menyebut fenomena-fenomena astronomis yang diakhiri dengan fenomena kejiwaan.
Banyak makna bisa diungkap dari fenomena astronomis itu yang mungkin jarang kita renungkan untuk menyucikan jiwa kita. Misalnya, matahari sesaat setelah terbit yang disebut di awal surat.
Matahari di kaki langit tampak lebih besar daripada ketika berada di atas kepala. Padahal, ukuran piringan matahari itu tidak berubah, selain efek refraksi atmosfer yang menyebabkannya tampak sedikit lonjong. Besarnya sekitar setengah derajat atau kira-kira setengah lebar ujung telunjuk bila direntangkan ke depan sepanjang lengan.
Pola pikir manusia yang bersifat nisbi menyebabkan kesan besarnya matahari di kaki langit. Ketika itu matahari tampak besar karena dibandingkan dengan latar depan pepohonan, bangunan, atau benda lainnya yang tampak kecil di kejauhan. Demikianlah, jiwa manusia cenderung merasa diri besar, kuat, kaya, pandai, atau terhormat karena membandingkannya dengan yang kecil, lemah, miskin, bodoh, atau jelata.
Matahari ketika tengah hari tampak kecil karena dibandingkan dengan langit yang luas. Demikian pula pola pikir yang nisbi akan membawa kita sampai pada kesimpulan diri kita kecil, lemah, miskin, bodoh, atau terhina bila kita menyadari ada yang lebih besar, lebih kuat, lebih kaya, lebih pandai, dan lebih terpuji.
Itulah 'psiko-astronomis' fenomena matahari. Memang, fenomena alam dengan proses spesifik yang disebut di dalam Surat Asy Syams kaya akan pelajaran untuk direnungkan. Matahari sebagai objek sentral pada empat ayat pertama tampaknya dijadikan perlambang untuk perenungan.
Matahari memberikan sinar pada bulan yang mengiringinya sehingga manusia bisa menentukan penanggalan qamariyah. Matahari memberikan cahaya terang dan kehangatan pada siang hari sehingga manusia bisa beraktivitas. Matahari bersembunyi di balik horizon pada malam hari agar manusia bisa beristirahat.
Perenungan fenomena alam semestinya membimbing kearah penyucian jiwa, menyadari kenisbian manusia. Sifat dan sikap takabur merupakan pengotor jiwa yang bisa muncul dalam bentuk sikap otoriter, diskriminatif, dan menindas.
Imam Ghozali pernah berpesan, jadilah Muslim seperti matahari. Ia bersinar karena kualitas pribadinya. Dan ia mampu menerangi dan menghangatkan sekitarnya. Mampu memberi manfaat bagi masyarakatnya.

oleh: T. Djamaluddin adalah peneliti bidang matahari & lingkungan antariksa, Lapan, Bandung.

Mereka Terbang dengan Cinta

Hobi membuat pesawat swayasa membutuhkan kesabaran ekstratinggi. Bayarannya adalah kepuasan yang tak ternilai.
The sky has no limit. Sejak masih bocah ingusan, Djubair Oemar Djayaingin benar membuktikan kebenaran pepatah tersebut. Dan dia tidak main-main.Paling sedikit 20 pesawat ringan telah lahir dari tangannya. Semuanyasukses menjelajahi langit. "Luar biasa rasanya," katanya, "menyaksikanpesawat saya terbang ke angkasa."
Sudah lama pria ini gandrung pada pesawat swayasa alias pesawatrakitan sendiri. Pernah mencoba aneka olahraga dirgantara—gantole, paralayang,dan terjun payung—Djubair akhirnya menemukan kepuasan sejatimengarungi langit dengan pesawat swayasa. Rabu pagi pekan silam, TEMPOmenyaksikan dia beraksi di bengkel kerjanya, diJalan Citanduy, Ciputat, Jakarta Selatan. Masih liat dan bugar dalam usia 63tahun, mahir betul dia memainkan aneka peralatan untuk memotong,mengelas, dan membentuk logam baja atau lempengan seratkaca yang bakal menjadi rangka pesawat. Dengan amat telitidan jeli, dia memperhitungkan setiap sekrup, mur, dan baut. Lem perekatantarbagian dibuatnya dengan resep spesial yang hanya diketahui oleh diasendiri. "Supaya daya rekatnya terjamin,"kata Djubair.
Djubair—pensiunan sersan mayor TNI Angkatan Udara—tak punyapendidikan khusus aeronautika. "STM (sekolah teknik menengah) sajasaya tidak tamat," katanya sambil tergelak. Tapi namanya juga cinta. Dengansemangat menggebu, Djubair mencari tahu segala informasi tentang pembuatanpesawat. Hasilnya, itu tadi, pesawat buatannya selalu sukses terbang.Kualitasnya tak kalah dengan buatan jawara swayasa kelas dunia.
Pamor pesawat swayasa—biasa disebut homebuiltaircraft atau experimental aircraft—sejatinya berkilaudi berbagai belahan jagat. Di Amerika Serikat, misalnya, kini tercatat 25ribu pesawat swayasa. Angka ini bertambah seribu pesawat setiap tahun.Akhir Agustus lalu, ratusan ribu penggemar pesawat swayasa dari 68 negaraberkumpul dalam pameran Oshkosh Airventure di Oshkosh, Wisconsin. Ajangini ibarat Mekahnya penggemar pesawat swayasa.
Indonesia memang bukan peserta yang dominan dalam pameran diOshkosh itu. Tapi gairahnya menjalar hingga ke negeri ini. Di LapanganTerbang Pondok Cabe, Tangerang, misalnya, terparkir 30-an pesawat swayasaberagam ukuran. Itu belum termasuk milik penggandrung pesawat ini di Bali,Yogya, Malang, dan kota lain. Mereka tergabung dalam Persatuan OlahragaDirgantara (Pordiga) Swayasa.
Apa sesungguhnya pesawat swayasa?
Sesuai dengan namanya, pesawat jenis ini menuntut keterlibatanpemiliknya dalam hal rancang bangun. Patokannya, sesuai dengan peraturanFederal Aeronautics Administration (FAA) di AS, setidaknya 51 persen bagianpesawat harus dibuat sendiri oleh si pemilik. Jika persentasenya kurang dariitu, statusnya tak lebih dari pesawat buatan pabrik. Perjalanan membuatpesawat itu sendiri tidaklah gampang.
Djubair, misalnya, pernah berburu kayu peti kemas karenakesulitan mencari kayu spruce (sejenis pinus)yang khusus digunakan untuk pesawat swayasa di Amerika. "Mau imporjuga enggak tahu caranya," katanya. Alhasil, selama dua setengah tahun, Djubairmeneliti struktur urat dan konstruksi kayu peti kemas yang ternyata miripkayu spruce. Akhirnya, pada 1998, lahirlah KR-2, pesawat swayasa denganrangka kayu peti kemas. "Ini pesawat sayayang pertama," kata Djubair dengan bangga.
Sejak saat itu, Djubair mendapat pesanan membuat pesawat daripejabat ataupun pengusaha yang menyukai aktivitas terbang.
Dari Herudi Kartowisastro, 65 tahun, lahirlah cerita tentang serunyamerancang mesin pesawat. Mesin yang sudah jadi tersedia, tapi harganya mahal,sehingga, "Biasanya kita utak-atik mesin mobil," kata Herudi. Yang palingsering dimodifikasi adalah mesin mobil VW dan Subaru karena sistempendinginannya cocok untuk pesawat.
Nah, dengan mengutak-atik sendiri, harga pesawat swayasa bisa jauhlebih murah ketimbang buatan pabrik yang sudah besertifikat(certified aircraft). Herudi mencontohkan hargapesawat ringan Cessna, buatan Cessna Aircraft Company, yang mencapai US$ 350ribu atau sekitar Rp 3 miliar. "Aduhai mahalnya buat saya yang pensiunanpegawai negeri," kata mantan Kepala Badan Akreditasi Nasional ini. Mahalnyapesawat buatan pabrik ini pula yang memicu berkembangnya hobipesawat swayasa.
Toh, keterbatasan duit tak mengganjal cinta Herudi kepada angkasa.Pada 1986, dia membeli satu cetak biru plus material mentah pesawat—biasadisebut kit—senilai US$ 9.500. Setelah beres dirakit, pesawat ini pun laik terbangdan hingga kini masih sanggup memuaskan hasrat terbang pemiliknya. Sekarangkit serupa sudah melonjak harganya hingga US$ 19 ribu atau sekitar Rp 160juta. Angka ini kira-kira sepersepuluh harga pesawat sejenis buatan pabrik.
Hertriono Kartowisastro, 57 tahun, adik Herudi, punya kecintaanyang serupa. Presiden Direktur Apexindo (anak perusahaan Medco OilCompany) ini memiliki beberapa pesawat bikinan sendiri yang membawanyamengitari Jawa-Bali. Terbang dengan pesawat swayasa, menurut dia, tak jarangterasa mencekam. Maklum, ada unsur eksperimental dan keselamatannya belumterjamin 100 persen. "Tapi itu pengalaman yang menggairahkan," katanya,"Tak ada bahasa yang dapat menerjemahkannya."
Salah satu pengalaman mencekam adalah saat Hertrionomengemudikan pesawat swayasa Pulsar dan terpaksa mendarat di bahu Jalan TolJagorawi pada Agustus 1991. "Saat itu saya terbang di atas Cibinong. Pesawattiba-tiba bergetar hebat," kata Hertriono. Dia segera minta izin menarapengawas di Halim Perdanakusuma untuk mendarat di Jalan Tol Jagorawi. Apadaya, situasi jalan tol ketika itu sedang padat. Hertriono pun harus bermanuver,mendarat di bahu jalan. Untunglah manuvernya begitu akurat sehinggapara pengemudi mobil tidak terganggu. Bahkan majalahMatra menyebut pendaratan itu sebagai demonstrasiakurasi yang cantik.
Kini Hertriono sedang asyik merampungkan pesawat Velocity. Kitpesawat berkapasitas 4 orang ini dibeli Hertriono pada 1996 dengan harga US$ 12ribu. Semua bagiannya sudah dirakit, tapi masih ada masalahpada sistem pendinginan mesin. Walhasil, sampaisekarang, Velocity masih diparkir di Lapangan TerbangPondok Cabe.
Hertriono menegaskan, swayasa memang jauh lebih dari sekadarurusan terbang. "Kita juga harus menjagaairmanship, si-kap kesatria di udara," katanya. Artinya,tidak grasa-grusu, semua aspek keamanan mestidiperhitungkan. Itu sebabnya Hertriono takberkeberatan menunggu tujuh tahun hingga Velocity siap terbang.
Lamanya proses perakitan dan penyempurnaan menjadi tantangantersendiri bagi penggemar pesawat swayasa. Tidak sedikit penggemaryang gagal merakit dan kit pesawatnya teronggok bagai besi tua. Banyak pulayang membutuhkan 4, 8, sampai 10 tahun untuk mewujudkan sebuah pesawatyang komplet.
Ekses hobi ini pun tak tanggung-tanggung. Tak sedikit penggemarpesawat swayasa, terutama di luar negeri, yang mengakhiri perkawinannyagara-gara hobi ini. "Istri pada cemburu berat karena harus bersaing denganpesawat yang enggak kunjung beres," kata Hertriono.
Mujur bagi Hertriono, Herudi, dan Djubair. Keluarga mereka tetaputuh dan cinta kepada angkasa jalan terus.
Mardiyah Chamim, Ecep S. Yasa, Ucok Ritonga(Tempo News Room)
Empat Langkah Menuju Swayasa
Beli cetak biru dan material yang bagian-bagian pentingnya sudah dirakit. Anda tinggal meneruskan proses perakitan.
Beli cetak biru dan bahan mentahnya sekalian. Langkah ini relatif lebih mudah karena material sudah disediakan dalam ukuran yang pas dan siap dirakit.
Beli cetak biru pesawat swayasa milik orang lain. Biasanya satu cetak biru berharga US$ 250. Lalu sediakan sendiri material dan mulai merakit.
Bikin dari awal, dari menggambar cetak biru, menyediakan material, mengukur dan memotong bahan dengan teliti, sampai merakitnya hingga tuntas.

Swayasa, ”Kit Plane”, dan Restorasi

Dalam dunia rakit merakit pesawat tidak hanya swayasa jadi satu-satunya pilihan. Selain merakit pesawat berdasarkan rancangan sendiri masih ada pilihan lain seperti merakit berdasarkan rancangan orang lain. Hobi seperti yang terakhir ini disebut custom built atau merakit Kit Plane. Pilihan lain adalah merakit pesawat kuno. Pesawat terbang rongsok dari era Perang Dunia I atau II merupakan contoh proyek restorasi pesawat. Semua ini tujuannya membuat suatu kendaraan yang dapat diterbangkan di udara.Ketiga jenis kegiatan ini bisa ditengok di Pondok Cabe. Di hanggar Portelasi, Persatuan Terbang Layang Seluruh Indonesia, terdapat hanggar bagi pesawat swayasa. Ada pesawat yang sebagian dirancang dan keseluruhannya dirakit sendiri. Di bagian lain ada pesawat yang direstorasi. Restorasi ini dilakukan oleh seorang pencinta dunia dirgantara kawakan bernama Djubair Oemar Djaya. Ia menjelaskan bahwa pesawat swayasa, kit plane maupun restorasi bisa mendekatkan dunia ini pada masyarakat umum. ”Jangan kegiatan dirgantara dibebani dengan peraturan-peraturan yang kaku, kalau saya semua akan saya ajak terbang,” tegasnya.Bagi seorang yang bisa digolongkan puritan dalam dunia dirgantara seperti Ir Herudi Kartowisastro (64), pesawat swayasa haruslah sekitar 50 persen dari buatan sendiri. Sementara dari beberapa pesawat yang disimpan pada hanggar di Pondok Cabe, ada pesawat-pesawat swayasa yang komponen lokalnya mencapai 70 persen. ”Jika sudah sangat cinta pada kegiatan ini bisa-bisa perakitan pesawat ini bisa-bisa mencapai satu milyar,” ujar Djubair Oemar Djaya pensiunan AURI yang sudah menekuni dunia dirgantara sejak tahun 60an.Sebuah pesawat dengan sayap canard yakni ekornya di depan sedang dirakit di Pondok Cabe. Pesawat bercat putih dengan empat bangku ini yang dikatakan Djubair Oemar sudah dirakit sampai ratusan juta rupiah. Pemiliknya selalu memperbaiki rancangannya dan meningkatkan rakitannya. ”Pesawat ini belum terbang, tetap nanti akan bisa mencapai kecepatan 200 mil per jam,” ungkap Djubair Oemar. Ia menjelaskan bahwa jika terbang, tentunya setelah uji layak yang 25 jam di seputar landasan, maka pesawat seperti ini hanya bisa dipakai ke Bali. ”Jika terbang terlalu dekat tidak efisien.”Sebagai bandingan pesawat seperti Cessna jika dibeli sebagai Kit Plane harganya hanya 150 juta rupiah. Pesawat Cessna ini berkapasitas empat bangku dan kerap digunakan sebagai pesawat latih, maupun angkutan udara di pedalaman Irian Jaya. Jadi hobi melayangkan pesawat ke udara bisa menenggelamkan juga karena nilai kesempurnaan bisa tidak terhingga. Membuatnya memang mahal namun menerbangkannya, menurut Djubair Oemar, ”hanya perlu biaya bahan bakar saja koq.” (SH/ads)

Daun Sirih Basmi Nyamuk

BANDUNG-Guna memutus rantai perkembangbiakan nyamuk demam berdarah ini, banyak alternatif yang bisa diterapkan. Penggunaan insektida yang alami dan ramah lingkungan bisa menjadi alternatif untuk menumpas nyamuk dan membunuh “jentik” nyamuknya sendiri agar tidak berkembang menjadi dewasa. Adapun insektisida yang bisa digunakan, yaitu dengan penggunaan tanaman daun sirih telah melalui proses ekstraksi. Ternyata daun sirih ini di dalamnya terkandung senyawa kimia yang bisa membunuh jentik dan nyamuk dewasa, terutama nyamuk Aedes aegypti. Begitu besar manfaat daun sirih ini dalam upaya menumpas siklus hidup vektor demam berdarah. Sirih (Piper betle linn) atau Charica betle linn termasuk dalam famili Piperaceae. Dalam daun sirih itu terkandung beberapa senyawa, seperti minyak atsiri, zat penyamak, cineole, dan yang utama adalah senyawa alkaloid. Senyawa terakhir inilah yang nantinya dapat digunakan dalam menumpas jentik nyamuk, di mana cara kerjanya mirip dengan bubuk abate. Untuk membuat ekstrak daun sirih ini cukuplah mudah dan sederhana. Pertama, daun sirih 1/2 kg dicuci sampai bersih, kemudian ditiriskan di tampah hingga kering. Daun yang sudah kering digiling atau diblender hingga berbentuk serbuk. Selanjutnya akan diperoleh 43 gram serbuk daun sirih. Kedua, masukkan serbuk ke dalam wadah (becker glass) dan tambahkan alkohol 95% sebanyak dua liter sehingga serbuk tersebut terendam. Aduk dan diamkan selama 24 jam. Setelah itu saringlah dan godok atau panaskan hasil saringan tadi selama kurang lebih satu jam. Baru setelah itu diamkan selama satu minggu. Masukkan ekstrak yang telah jadi itu ke dalam wadah atau botol dan siap untuk digunakan. Dalam penggunaannya sama halnya dengan bubuk abate, yaitu dengan menaburkannya di genangan air. Cukup dengan konsentrasi rendah, jentik akan terbunuh.(Budi Imansyah S, sanitarian dan anggota HAKLI).



Copyright © Sinar Harapan 2003

Mari menjaga kebersihan


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com . Powered by Blogger and Free Ebooks